MENGHUKUM PARPOL YANG KADERNYA TERLIBAT KORUPSI

Kompas- KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Politisi asal Partai Golkar ini diduga terlibat kasus suap terkait penanganan perkara di Kabupaten Lampung Tengah. Azis diduga memberi uang sebesar Rp 3,1 miliar kepada mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Azis dijemput paksa oleh penyidik KPK di kediamannya di Jakarta Selatan, Jumat (24/9) malam. Ia langsung digelandang ke Gedung KPK. Kader Golkar ini dijemput lantaran mangkir dari panggilan penyidik. Usai ditetapkan sebagai tersangka, politisi yang relatif masih muda ini pun langsung ditahan KPK. Daftar panjang Kasus Azis Syamsuddin ini menambah daftar panjang politisi yang terjerat kasus korupsi. Sebelum Azis, KPK juga baru saja menangani kasus korupsi yang melibatkan Juliari. Menteri Sosial pertama Jokowi di periode kedua ini "menyunat" bantuan sosial bagi warga korban pandemi. Politisi asal PDI Perjuangan ini divonis 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Juliari dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, yakni menerima suap sebesar Rp 32,4 miliar dari para rekanan penyedia bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kementerian Sosial. Selain Juliari, Edhy Prabowo juga dicokok KPK karena tersangkut kasus korupsi. Politisi asal Partai Gerindra ini menerima sogokan terkait ekspor benih lobster. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Jokowi ini divonis 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 400 juta. Edhy dan bawahannya terbukti menerima suap sebesar 77 ribu dolar AS dan Rp 24,6 miliar untuk mempermudah pengajuan ekspor benih lobster. Selain itu, Edhy juga diperintahkan membayar uang pengganti sebanyak 77 ribu dolar AS dan Rp 9,6 miliar. Sebelum Juliari dan Edhy, KPK juga menangani kasus korupsi yang diduga melibatkan Harun Masiku. Politisi asal PDI Perjuangan ini diduga menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Ini dilakukan agar Wahyu memudahkan langkah politisi yang dikabarkan dekat dengan petinggi PDI-P itu melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR melalui jalur Pergantian Antar Waktu (PAW). Sayangnya, kasus yang sempat menyeret Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto ini masih gelap sampai saat ini. Azis Syamsuddin, Juliari Batubara, Edhy Prabowo dan Harun Masiku hanyalah segelintir dari ratusan politisi yang terjerat kasus korupsi. Selain mereka, ratusan politisi sudah lebih dulu mendekam di balik jeruji besi karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Sebut saja mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, Mantan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy, Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Korupsi politik "Kejahatan kemanusiaan" yang dilakukan oleh para politisi atau kader partai ini lazim disebut korupsi politik. Korupsi politik biasanya dilakukan oleh para pejabat negara yang menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya. Mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar menyebut, korupsi politik adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mempunyai kekuasaan politik. Kejahatan ini terjadi karena adanya kekuasaan politik yang melekat pada diri si pelaku, dengan menyalahgunakan kewenangan, sarana, atau kesempatan dalam upaya memperkaya atau menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi. Korupsi politik lebih dahsyat dibanding korupsi biasa karena mengambil hak-hak rakyat. Menghukum Parpol Korupsi yang dilakukan sejumlah kader partai politik (parpol) ini tak berdiri sendiri. Meski tiap kali ada kasus, parpol selalu beralibi bahwa itu ulah pelaku pribadi dan tidak melibatkan parpol secara institusi. Sejumlah kasus korupsi yang menjerat politisi kerap terkait dengan pembiayaan aktivitas parpol. Sebut saja kasus korupsi Hambalang yang menjerat Anas Urbaningrum dan Nazaruddin. Dalam persidangan Nazaruddin mengaku jika uang yang dipakai Anas untuk berkontestasi di kongres berasal dari proyek Hambalang. Setya Novanto saat memberikan kesaksian di pengadilan juga mengaku jika uang hasil korupsi proyek e-KTP sebesar Rp 5 miliar ada yang mengalir ke Rapimnas Golkar. Hal serupa juga terjadi dalam kasus korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1 yang menyeret sejumlah pengurus Partai Golkar. Eni Maulani Saragih mengaku, sebagian uang hasil korupsi mengalir ke panitia Munaslub Partai Golkar dimana Eni menjadi bendahara acara ini. Jika dirunut masih banyak lagi kasus-kasus korupsi para politisi yang menyeret parpolnya. Namun, hingga saat ini hukuman hanya berhenti di politisi yang melakukan tindak pidana korupsi. Sementara parpol yang diduga juga ikut menikmati aliran uang haram tak diberi sanksi. Parpol tak bisa selamanya mengkambinghitamkan dan mengorbankan kader dalam kasus tindak pidana korupsi. Pasalnya, selain ada dugaan partai juga ikut menikmati uang hasil korupsi, parpol juga bertanggung jawab mendidik dan membina para kadernya agar tak terjerat korupsi. (Mungkin) sudah saatnya menimbang untuk menghukum parpol yang kadernya banyak melakukan tindak pidana korupsi agar kasus ini tak terus berulang. Jadi, bisakah parpol dihukum atas tindak pidana korupsi yang dilakukan kadernya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NASA RILIS SUARA SERAM DI PLANET MARS

YANG PERLU DILAKUKAN MUSLIM SUPAYA SELAMAT DUNIA AKHIRAT

9 Penyebab Jerawat Muncul di Tempat yang Sama, Jangan Anggap hati hati